MEDAN – Rancangan Undang-undang Perlindungan dan Pelestarian Budaya Adat Kerajaan Nusantara harus disusun secara komprehensif, baik memperhatikan ketersediaan sarana maupun prasarana.
Hal itu dikatakan Pengurus PB MABMI M Badlun Alkhaidi pada acara Forum Group Discusion (FGD) yang digagas anggota Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI), H Dedi Iskandar Batubara, di Aula Kantor DPD RI asal Sumut Jalan Gajahmada Medan, Selasa (28/2/2023).
Kegiatan ini membahas Penyusunan Rancangan Undang-undang tentang perlindungan dan Pelestarian Budaya Adat Kerajaan Nusantara, yang menjadi usulan DPD RI.
FGD langsung dipandu Dedi Iskandar Batubara dan dihadiri penggiat budaya Mukhlis Win Ariyoga dan perwakilan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut Sylvia RA Lubis.
“RUU ini sebaiknya disusun secara komprehensif baik sarana dan prasarana juga jangan dilupakan. Jadi komponen RUU jangan cagar budaya saja,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Badlun Alkhaidi, RUU Perlindungan dan Pelestarian Budaya Adat Kerajaan Nusantara ini sebaiknya tidak terlepas dari pendidikan, maka kita berharap 20 persen untuk muatan lokal khususnya budaya harus dimasukkan.
“Kita melihat kondisi anak-anak yang tidak mengenal lagi adat istiadat. Kita berharap muatan lokal harus memasukan mata pelajaran muatan lokal tentang budaya,” tegasnya.
Budaya dan adat istiadat perlahan ditinggalkan. Tentu, katanya, menjadi perhatian serius untuk generasi mendatang.
“Budaya Melayu lebih identik dengan nilai-nilai Islam, bahasa Melayu sebagai pengantar bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu. Dan istiadat Melayu dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Perannya sangat besar untuk kelestarian, namun sumbangsih pemerintah belum mencukupi untuk melestarikan budaya Melayu,” kata dia.
Hal senada juga diutarakan Penggiat Budaya Mukhlis Win Ariyoga. Dia mengapresiasi kegiatan ini untuk penguatan nilai-nilai kebudayaan.
“Kita selalu berdiskusi dengan masyarakat adat, mereka tidak punya tempat untuk mengapresiasikan adat mereka sehingga tata nilai dari ayah ke anak cucu tidak ada. Bagaimana mengekspresikan kalau sarana dan prasarana tidak mendukung untuk keberlangsungan adat,” jelasnya.
“Mengembalikan kerajaan secara fisik tentu sah-sah saja, tapi kita membayangkan untuk kelestarian. Apalagi moralitas kita sudah jauh dari adat istiadat. Pendidikan budaya seperti gotong royong sudah mulai luntur,” ungkapnya.
Sementara perwakilan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut Sylvia RA Lubis menjelaskan, pemprovsu terus berperan dalam menjaga dan melindungi kelestarian adat budaya.
Pemprovsu juga mengajak Pemkab/Pemko agar menyusun pokok pikiran untuk ditindaklanjuti menjadi rencana induk kebudayaan.
“Bulan Maret kita akan mengadakan forum kesultanan dan forum itu kita akan menampung aspirasi kesultanan untuk upaya pelestarian budaya,” tuturnya.
Mengenai berapa besar anggaran untuk pelestarian budaya, Silvia menyebutkan tergantung dengan kebutuhan. Namun pihaknya kerap melibatkan masyarakat untuk pelestarian budaya.
Sedangkan anggota DPD RI Dedi Iskandar Batubara mengatakan FGD Komite III DPD RI, penyusunan Rancangan Undang-undang tentang perlindungan dan Pelestarian Budaya Adat Kerajaan Nusantara dilaksanakan untuk memberikan payung hukum sebagai upaya pelestarian budaya adat kerajaan nusantara.
“Kita meminta masukan-masukan dari pemangku kebijakan dan tokoh-tokoh budaya agar RUU ini disusun sesuai dengan harapan bersama,” ujar Dedi Iskandar. (Red)